@idho
Pernah bertemu dengan para jomblo? Punya kerabat, kolega,
sahabat yang masih menjomblo? Atau bahkan kita ini masuk komunitas alumni
jomblo? Apa yang ada dalam benak ketika mendapati mereka atau bahkan menjadi
bagian dari mereka? Pilu, kasihan, menyalahkan, memandang sinis, bertepuk
girang atas status non jomblo yang lebih dulu disandang, or what?
Teman, jodoh-dalam hal ini pasangan hidup yang resmi
disahkan negara lewat KUA-ternyata masih berlabelkan misteri. Melebihi
misteriusnya kisah-kisah petualangan yang saya lahap di masa kecil dulu bersama
Lima Sekawan dan Sapta Siaga. Bahkan detektif Conan pun tak akan mampu menyibak
berbagai tanya di seputar jodoh. Bagaimana dengan para cenayang? Hm..serupa
juga lah..meski tak sama persis. Rasulullah SAW pun tak pernah mengira kelak
memperistri Khodijah Ra. Misteri.
Anehnya, kita ini, yang sama sekali bukan pelaku, malah yang
terjangkit virus kepo yang luar biasa dahsyat. Tak jarang, kita melemparkan
tanya "Kapan nih, janur kuning melengkung?", atau "Nggak bosen
ya, hidup sendirian?" Yang ditanya, kalau dia laki-laki, biasanya cukup
tarik bibir ke kiri atau kanan 2cm. Tersenyum. Kalau perempuan? Bisa jadi
tersenyum juga, meski ada tambahan "vitamin C"nya. Kecut.
"Huidih..gitu aja tersinggung. Kan cuma joke ajah. Itu
juga karena kita care sama doski." Begitu mungkin salah satu alasan yg
kita kemukakan. Ketika respon kurang menyenangkan dari para jomblo itu kita
terima.
Joke? Hm..ini nih..yang sering salah kaprah. Orang Jawa
bang, "ora empan papan", tidak pada tempatnya. Perkara seserius itu
dijadikan bahan bercanda.
Serius? Iya lah.. Apalagi jika ditujukan kepada jomblowati. Aduh..duh..
Langsung deh..dikorek-korek banyak hal yang seolah layak untuk dijadikan
kambing hitam. Yang nggak mau dandan cantik lah. Karena berjilbab lah. Terlalu
membatasi diri dengan kaum Adam lah. Nggak mau menempuh proses pacaran lah. Bla
bla bla.
Hellooo.. Memangnya berani menjamin, jika seorang perempuan
sudah melakukan itu semua, eng ing eeeeng...langsung ketemu jodohnya dalam satu
kedipan mata dan berlari menuju KUA? Kalau saya sih, no. Betapa banyak
perempuan cantik yang sydah berdandan habis, gaul, berteman akrab dengan banyak
lelaki, minus jilbab, ya masih menyendiri tuh.. Nah kan..
Jadi, buat saya, sekedar menanyakan atau konfirmasi urusan
pernikahan pada jomblowati itu sesuatu yang mengiris hati. Terdengar lebay
pastinya. Bisa jadi karena kita belum pernah mengalami. Atau, sensitifitas
serta empati kita menguar entah ke mana.
Coba deh..selami hati masing-masing. Siapa sih, yang nggak
pengin genapkan separuh dien, ibadah buanyak, disayang-sayang, ada tambatan
hati yg Allah ridloi untuk curahkan rindu dan cinta, "keranjang
sampah" terbaik atas banyak problem kita, deelel. Selagi mengaku sebagai
komunitas manusia (ih..bahasanya syerem ya..hehe), hatinya hidup pula, pasti
lah keinginan itu ada. Dan itu sangat manusiawi. Fitrohnya manusia. Perempuan
banget, lah.
Dan, rerata perempuan ini (apalagi yang memilih prinsip
untuk tidak pacaran sebagai jalan menuju pernikahan)lebih pada posisi
"menunggu" untuk dipinang. Adat ketimuran mengisyaratkan demikian.
Meskipun secara syariat, perempuam sah-sah saja meminang laki-laki. Belumlah
pudar ingatan kita tentang keagungan bunda Khodijah Ra yang akhirnya meminang
lelaki agung Muhammad SAW. Tentu lewat perantara. Tidak to the point ya..hehe.
Jika memang diri seorang jomblowati sekeren Khodijah Ra, why not? Memang,
ruhiyah dan mentalnya kudu strong banget ya. Siap pada titik terburuk. Ditolak,
tengsin, deelel. Silakan memilih, posisi yang mana😍
Saya kadang berpikir. Orang-orang yang lebih rempong dari
para jomblo ini pernahkah berpikir bahwa urusan jodoh tak seperti emak-emak
yang membeli tempe di tukang sayur? Tinggal hunting duit di dompet, lari ke
tukang sayur, dapatlah itu tempe.
Once more, urusan perjodohan itu jauuuuh lebih rumit, teman.
Hm..jadi baper proses nikah dulu nih..hehe..bisa jadi satu novel kalo ditulisin
dah..
Rumit betul..di mata kita, manusia yang bergelimang dlo'if
ini. Meski mudah bagi Allah.
Alangkah lebih baiknya jika kita membantu para jomblo. Buat
jomblowan, dimotivasi lah untuk memberanikan diri mengubah status hidupnya.
Jangan hanya berani ubah status facebook dan whatsaap doang lah..wkwk.. Gali
dan jawab secara jujur, faktor apa yang sebenarnya menjadi pemberat langkahnya
untuk menikah. Tak jarang kita mendapati alasan "belum siap" dan
mayoritas secara materi. Hm..
Padahal, jika menunggu "layak", sampai kapan dan
ukurannya pun tak jelas. Mengapa tidak kita ingatkan bahwa kita masih punya
Allah yang akan mencukupkan segala yang kurang dari makhluk-Nya? Bukankah Allah
katakan bahwa pernikahan merupakan pintu gerbang mengalirnya rizq itu?
Hm..sayapun sudah buktikan hal ini. Saat menikah, saya masih menjadi guru WB di
salah satu SD swasta dengan gaji tak seberapa. Suami juga pendapatan di bawah
UMR. Sementara kami hidup di salah satu kota besar dengan biaya hidup yang berbeda
dengan kehidupan di desa. Setelah menikah, qodarulloh pendapatan itu Allah
tambah. Dan ini sama sekali di luar dugaan kami.
Boleh juga kita ingatkan, bahwa rizq tak harus berupa harta
dunia semata. Istri sholihah, anak, samara yang hadir pun rizq yang luar biasa.
Selalu libatkan Allah dalam setiap momen kehidupan. Izinkan Ia mencampuri
setiap urusan kita. Karena di tangan-Nya, segala kesulitan kan menjelma menjadi
kemudahan, insha Allah. Dengan syarat ketentuan yang berlaku. Haqqul yakin,
ikhtiar, disertai doa. Ud'uuni astajib lakum.
Buat jomblowati, sekira kita bisa memfasilitasi proses
perjodohan itu, wah..surga membentang deh. Tentunya kudu memiliki sumber data
valid..kenal banget dengan yang mau kita bantu..punya kmampuan komunikasi yang
baik..obyektif..plus lapang dada atas takdir-Nya. Hihi..berat juga ya. Surga..
Kalau belum mampu, minimal mendoakan..berempati. Bukannya
merecoki dengan berbagai tanya yang lebih terkesan sebagai teror. Kita tidak
pernah tahu kalau ternyata jomblowati itu pernah menjalani proses perjodohan,
namun karena satu dan lain hal, ternyata belum rizq menikah. Atau, mereka sudah
ikhtiyar berbagai rupa, dengan cara yang Allah suka, namun masih diuji
kesabarannya. Jadi, hal-hal yang terkesan perhatian itu tak jarang malah menambah
porsi lara hati. Sedangkan merekapun sedang dan selalu berjuang dengan sekuat
tenaga untuk berdamai serta menerima takdir yang melingkupi. Bayangkan jika
kita sendiri yang mengalami.
Ya, karena jodoh ternyata masih menjadi hak
prerogatif-Nya..hingga kini..
Rinai hujan di pagi basah
22 Januari 2017

